Misalnya, kelebihan dalam prestasi pada bidang olahraga, kesenian, matematika, bahasa hingga sastra, pemahaman interpersonal, keluasan pergaulan, pengamatan sekitar, kata Dian, semua itu adalah kelebihan dari masing-masing remaja.
"Ketika ada paparan terhadap situasi yang membuat remaja merasa tidak mampu dan lelah, maka remaja dapat memandang bahwa yang dilakukan itu hanya salah satu dari aspek kehidupannya," kata perempuan kelahiran Jombang itu.
Sebetulnya, banyak makna positif yang bisa dipakai untuk mengamati fenomena burnout pada remaja usia SMP. "Seperti, mereka punya pengalaman melewati burnout, belajar mengatasi burnout, dan memahami bahwa ada banyak orang di sekitarnya yang mampu mendampingi untuk mengatasi burnout (support system, Red)," imbuhnya.
Tidak ada rumus yang ideal mengenai pola asuh orang tua agar remaja usia SMP tidak burnout. Salah satu yang bisa diterapkan ialah belajar fleksibel dan mempertahankan beragam sudut pandang dalam menilai situasi yang terjadi.
Ketika remaja nilainya jelek, kata Dian, ada beberapa sudut pandang di antara berbagai sudut pandang yang ada. Misalnya, remaja itu kurang belajar, remaja tidak menyukai pelajaran, kelebihan remaja ada di bidang lain, banyak prestasi remaja yang sudah ditunjukkan selain nilai jelek tersebut.
"Termasuk juga pengalaman remaja pernah mendapat nilai jelek dan belajar cara meningkatkan nilai mereka, pengalaman orang tua mendampingi remaja yang pernah dapat nilai jelek, pengalaman bagi orang tua mendampingi remaja agar semangat lagi, dan masih merasa bahwa dirinya berharga," katanya.
Dengan demikian, lanjut Dian, sebagai orang tua juga perlu belajar fleksibel dalam menerima, memahami, dan memaknai situasi. Berkaitan dengan cara mengatasi burnout, dia selalu mengingat kalimat ampuh berikut.
“Yaitu, 'masa iya, dalam lomba debat, maka diam berarti emas?'. Kalimat yang membuat saya berpikir dua kali dalam memaknai situasi. Jangan sampai kita terikat dalam satu sudut pandang yang justru menghindarkan kita dari perilaku sesuai," tegasnya.
Dalam lomba debat, lanjut Dian, seharusnya kita berdebat, bukan diam. Menjadi terbuka terhadap segala kemungkinan yang terjadi, maka orang tua dan remaja akan belajar memaknai situasi untuk mengatasi school burnout.***

Artikel Terkait
Mendengar Hak Pendidikan Anak-anak di Rusun Puspa Agro: Butuh Buku Paket dan Tenaga Pengajar